Adab-adab Menjalankan Puasa Ramadhan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mempertemukan
kita dengan bulan suci Ramadhan. Di bulan yang mulia inilah, Allah
Ta’ala meluaskan dan melipatkan pahala bagi setiap amal shalih yang kita
kerjakan. Para pembaca yang budiman, agar Ramadhan semakin indah dan
bernilai di sanubari kita, alangkah baiknya jika kita mengetahui dan
mengkaji bersama diantara adab-adab dalam menjalankan puasa Ramadhan.
Dalam kitab-kitab fiqh, para ‘ulama membawakan beberapa hal yang harus
kita perhatikan dalam upaya meraih kesempurnaan puasa kita. Diantara
adab yang disunnahkan oleh Rasulullah dalam menjalankan puasa Ramadhan,
antara lain:
- Makan Sahur. Keberadaan sahur sebagai barakah sangatlah jelas,
karena dengan makan sahur berarti mengikuti sunnah, menguatkan badan
dalam puasa, serta menambah semangat untuk menunaikan puasa. Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat barokah” (HR. Bukhari No. 1923 dan Muslim No. 1095).Dari Abdullah bin Al-Harits dari seorang sahabat Rasulullah : Aku masuk menemui Nabi ketika itu beliau sedang makan sahur, beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya makan sahur adalah barakah yang Allah berikan kepada kalian, maka janganlah kalian tinggalkan” [Hadits Riwayat Nasa'i 4/145 dan Ahmad 5/270 sanadnya shahih].Rasulullah memerintahkan kita untuk makan sahur, karena hal ini merupakan pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab.Dari Amr bin ‘Ash, Rasulullah bersabda (yang artinya) : “Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur” [HR. Muslim 1096].Allah Ta’ala dan Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur. Mungkin barakah sahur yang tersebar adalah (karena) Allah Ta’ala akan meliputi orang-orang yang sahur dengan ampunan-Nya, memenuhi mereka dengan rahmat-Nya, malaikat Allah Ta’ala memintakan ampunan bagi mereka, berdo’a kepada Allah agar Allah Ta’ala mema’afkan mereka agar mereka termasuk orang-orang yang dibebaskan oleh Allah di bulan Ramadhan.Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah bersabda (yang artinya) : “Sahur itu makanan yang barakah, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya meneguk setengah air, karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur” .Oleh sebab itu seorang muslim hendaknya tidak menyia-nyiakan pahala besar yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Dan sahurnya seorang muslim yang paling afdhal adalah kurma.Bersabda Rasulullah: “Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah kurma” (HR. Abu Daud 2/303, Ibnu Hibban 223, Baihaqi 4/237 ).Barangsiapa yang tidak menemukan kurma, hendaknya bersungguh-sungguh untuk bersahur walau hanya dengan meneguk satu teguk air, karena keutamaan yang disebutkan tadi, dan berdasarkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dimana Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian, walaupun dengan seteguk air” (HR Ibnu Hibban 884/223).Dalam melaksanakan sunnah yang mulia ini, kita perlu menandaskan dalam benak kita sebuah kaidah yang dituntunkan oleh Nabi bahwa sunnah dalam makan sahur adalah mengakhirkan waktunya sampai sesaat sebelum fajar. Hal ini sebagaimana dalil yang diriwayatkan oleh Anas dari Zaid bin Tsabit“Kami makan sahur bersama Nabi kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid bin Tsabit menjawab, “Kira-kira setara dengan (waktu) membaca 50 ayat Al-Qur’an” (HR. Bukhari 4/118, Muslim 1097).Batasan waktu sahur adalah terbitnya fajar shiddiq, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan makan minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam yaitu fajar” [Al-Baqarah : 187] , dan juga hadits dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda :”Fajar itu ada dua; Yang pertama tidak mengharamkan makan (bagi yang puasa), tidak halal shalat ketika itu. Yang kedua mengharamkan makan dan telah dibolehkan shalat ketika terbit fajar tersebut” (Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/210, Al-Hakim 1/191 dan 495, Daruquthni 2/165).Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa adanya kebiasaan mengumandangkan lafadz “Imsaak” di masjid-masjid sebagaimana yang kita dengar, adalah keliru. Karena batas akhir makan sahur adalah terbitnya fajar/dikumandangkannya adzan, bukan dikumandangkannya “Imsaak”. Adapun alasan untuk kehati-hatian (agar tidak kehabisan waktu sahurnya), maka tidak perlu kita terima karena tidak ada tuntunan maupun atsar (jejak sejarah) dari Nabi dan para shahabatnya . Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi bersabda: “Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan padahal gelas ada di tangannya, janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya” (HR. Ahmad 2/510, Hakim 1/203,205).
- Menahan diri dari ucapan dan amalan yang tidak punya nilai atau
manfaat (sia-sia) dan menjauhkan diri dari mengucapkan kata-kata kotor/
keji dan jelek, atau yang semisalnya. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الصِّيَامَ لَيْسَ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ“Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya puasa itu bukan menahan dari makan dan minum saja, hanyalah puasa yang sebenarnya adalah menahan dari laghwu (ucapan sia-sia) dan rafats (ucapan kotor), maka bila seseorang mencacimu atau berbuat tindakan kebodohan kepadamu katakanlah: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” [Shahih, HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, lihat kitab Shahih Targhib]عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لا تَسَابَّ وَأَنْتَ صَائِمٌ وَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ وَإِنْ كُنْتَ قَائِمًا فَاجْلِس“Dari Abu Hurairah dari Nabi ia bersabda: “Janganlah kamu saling mancaci (bertengkar mulut) sementara kamu sedang berpuasa. Maka bila seseorang mencacimu katakana saja: ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa’, dan kalau kamu sedang berdiri maka duduklah.” [Shahih, HR Ibnu Khuzaimah: 3/241, Nasa'i dalam Sunan Kubra: 2/241]Dan Rasulullah juga menyatakan:“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan pengamalannya, serta amal kebodohan, maka Allah tidak butuh pada amalannya meninggalkan makan dan minumnya.” [Shahih, HR. Al-Bukhari].
- Memperbanyak shadaqah, amal kebaikan, berbuat baik kepada orang lain, terutama di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas berkata, “Nabi adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Dulu Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai selesai. Nabi menghadapkan (mengajarkan) Al-Qur’an kepada Jibril. Jika beliau telah ditemui oleh Jibril –alaihis salam-, maka beliau menjadi orang yang paling pemurah dalam kebaikan dibandingkan angin yang terutus”. [HR. Al-Bukhari (1803)].
- Menyegerakan berbuka puasa. Ketika seorang telah melihat matahari
tenggelam dengan sempurna, maka hendaknya ia segerakan; jangan
ditunda, sekalipun belum terdengar adzan. Menyegerakan buka puasa
merupakan kebaikan, karena ia adalah bentuk penyelisihan ahlul Kitab
yang senang mengakhirkannya. Nabi bersabda, لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan buka puasa“. [HR. Bukhari (1957), dan Muslim (1098)]
- Berbuka dengan yang mudah baginya dari makanan yang disebutkan
dalam nash hadits. Ada dua sunnah Nabi yang kadang terlupakan ketika
kaum muslimin berbuka, yaitu berbuka sebelum sholat maghrib, dan
memakan ruthab (kurma basah lagi segar), atau kurma kering, atau air.
Jangan sampai perut kosong sampai usai sholat maghrib. Anas bin Malik
juga berkata, : “Rasulullah berbuka dengan ruthab (kurma basah dan segar), sebelum beliau sholat. Jika tak ruthab, maka dengan tamer (kurma kering). Jika tamer juga tak ada,maka beliau meneguk beberapa teguk air”. [HR. Abu Dawud (2356), dan At-Tirmidziy (696). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalamAsh-Shohihah(2840)]
- Berdo’a pada saat berbuka. Hendaknya berdo’a dengan do’a yang
sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah
bersabda: ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah.” [HR. Abu Dawud 2/306]Sebagai penutup, kami bawakan beberapa hal yang boleh dikerjakan oleh orang yang berpuasa, yang kadang sebagian orang menganggapnya sebagai larangan, antara lain:
- Memasuki waktu subuh dalam keadaan junub. Diantara perbuatan Nabi adalah masuk fajar dalam keadaan junub karena jima’ dengan isterinya, beliau mandi setelah fajar kemudian shalat. Dari Aisyah dan Ummu Salamah -Radhiyallahu ‘anhuma- : “Sesungguhnya Nabi memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena jima’ dengan isterinya, kemudian ia mandi dan berpuasa”. [HR. Bukhari 4/123, Muslim 1109].
- Bersiwak/Menggosok gigi. Rasulullah bersabda: “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali wudlu”. [HR. Bukhari 2/311, Muslim 252].
- Berkumur dan Istinsyaq. Karena beliau berkumur dan ber-istinsyaq
(memasukkan air ke hidung) dalam keadan puasa, tetapi melarang orang
yang berpuasa berlebihan ketika ber-istinsyaq. Rasulullah bersabda : “… Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa”. (HR. Tirmidzi 3/146).
- Bercengkrama dan mencium isteri. Aisyah -Radhiyallahu ‘anha- berkata: “Adalah Rasulullah pernah mencium dalam keadaan berpuasa dan bercengkrama dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling bisa menahan diri” [HR. Bukhari 4/131, Muslim 1106].
- Mengeluarkan darah dan suntikan yang tidak mengandung makanan.
- Berbekam. Dahulu berbekam merupakan salah satu pembatal puasa, namun kemudian dihapus dan telah ada hadits shahih dari Nabi, bahwa beliau berbekam ketika puasa. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbasd : “Sesungguhnya Nabi berbekam, padahal beliau sedang berpuasa” [HR. Bukhari 4/155].
- Mencicipi makanan. Hal ini dibatasi, yaitu selama tidak sampai di tenggorokan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas : “Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa, selama tidak sampai ke tenggorokan” [HR. Bukhari secara mu'allaq 4/154]
- Bercelak, memakai tetes mata dan lainnya yang masuk ke mata.
- Mengguyurkan air ke atas kepala dan mandi. Imam Bukhari menyatakan
dalam kitab Shahihnya “Bab : Mandinya orang yang puasa”, Umar membasahi
pakaiannya (dengan air untuk mendinginkan badannya karena haus ketika
puasa) kemudian beliau memakainya ketika dalam keadaan puasa. As-Sya’bi
masuk kamar mandi dalam keadaan puasa. Al-Hasan berkata : “Tidak
mengapa berkumur-kumur dan memakai air dingin dalam keadaan puasa”. Rasulullah mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan. [HR. Abu Daud 2365, Ahmad 5/376 sanadnya shahih].Demikianlah beberapa adab puasa yang hendaknya kita perhatikan. Semoga puasa Ramadhan kita tahun ini lebih baik dari yang sebelumnya. Semoga Allah Ta’ala menerima amal ibadah puasa kita, dan berkenan membalas amalan kita dengan sebaik-baik balasan di sisi-Nya kelak. Amiin.Maraji’ : Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah (Dr. Abdul ‘Adzhim Badawi) dan Shifat shaum an Nabi Fii Ramadhan (Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly)
sumber : http://almadinah.or.id/504-adab-adab-menjalankan-puasa-ramadhan.html#comment-214
0 komentar:
Posting Komentar